Selamat datang di Kawasan Penyair Jakarta. Terima kasih atas kunjungan Anda

Senin, 15 Oktober 2007

Agus R Sarjono


Lahir di Bandung, 27 Juli 1962. Menyelesaikan Studinya di FPBS, IKIP Bandung dan pasca sarjana UI.Semasa mahasiswa aktif di Unit Pers Mahasiswa IKIP Bandung, sebagai ketua (1986-1988). Menulis sajak, cerpen, esai, kritik, dan drama. Karya dimuat berbagai Koran, majalah dan jurnal di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat. Pernah membaca sajaknya dalam event internasional, antara lain “ Asean Writers” Conference/Workshop (Poetry), Manila (1994); Istiqlal International Poetry Reading”, Jakarta (1995),” Festivel Seni Ipoh ke-III”, Negeri Perak, Malaysia (1998),”Malam Puisi Indonesia-Belanda”, Erasmus Huis Jakarta (1998),”Festival de Winternachten”, Den Haag, Belanda (1999),” Poetry on the Road”, Bremen, Jerman (2001),dan “Internationales LeteraturfestivalBerlin”,Jerman (2001). Kumpulan sajaknya antara lain Kenduri Airmata (1994,1996), Suatau Cerita dari Negeri Angin. Banyak karya esai dan buku terjemahannya. Pernah ketua DKJ priode 1998-2001. Sehari-harinya bekerja sebagai pengajar pada Jurusan Teater STSI Bandung, serta redaktur Majalah Sastra Horison. Ia adalah sastrawan Indonesia pertama yang mendapat kehormatan untuk tinggal dan menulis di rumah sastrawan besar Jerman peraih Nobel Sastra, Heinrich Boll Stiftung.
Salah satu puisinya :

Sesaat Sebelum Kebakaran Hutan

Kita seperti puisi ya? Bisik embun di sela daun pada kabut
yang perlahan turun bersama senja. Matahari tinggal jejak
kemerahan di cakrawala. Beberapa kelelawar melintas
di antara pohonan dan rembang senja.

Bukankah kita seperti puisi! tanya embun di sela daun
pada angin yang menari bersama angin di sela bunga
Beberapa kunang-kunang berkerlipan
menggaris malam.

Apa kita seperti puisi? Atau setidaknya kenangan
ucap embun yang hampir menetes di sela daun kepada cahaya
bulan yang baru tiba di hamparan rumputan. Beberapa ikan
berkecipak malas, dalam kolam.

Rasanya kita seperti pembangunan, kata setumpuk bata
dan batu-batu sambil tersenyum-senyum dan membagi kartu.
Tentu saja kita pembangunan! Bukankah kita merdeka
dan mandiri seperti sebuah kota. Coba bikin api unggun
dari ranting dan daun-daun, biar kabut dan dingin berangkat
Biar malam sedikit lebih hanghat!

Kabut, dingin dan cahaya bulan saling berpandangan
Termangu,. Malam berjalan, selapis demi selapis. Kelelawar
kunang dan ikan-ikan melintas lamban. Apakah kita …
tapi embun itu tak berani lagi bertanya. Ia pun menetes

seperti airmata.

1996

Tidak ada komentar: