Selamat datang di Kawasan Penyair Jakarta. Terima kasih atas kunjungan Anda

Kamis, 29 November 2007

Yvonne de Fretes


Lahir 10 Oktober di Singaraja, Bali. Pernah jadi wartawan,kolomnis di beberapa media cetak di Jakarta. Karyanya dimuat di majalah sastra Horison dan media cetak di pusat dan daerah. Sebagi sekretaris Himpunan Pengarang Indonesia AKSARA dan ketua umum Wanita Penulis Indonesia (2007-2010). Anggota KSI. Pendiri Forum Wanita Sastra di Padang. Tercatat sebagai anggota Dewan Buku Nasuional. Mendirikan Pusat Pembelajaran & Pemberdayaan Masyarakat (P3M) Tiara HumaLand dengan kegiatan antara lain : Mengadakan Taman Baca Masyarakat, PAUD & TK di desa Bogor. Kini menyelesaikan S 3. Sebagai pengajar dibeberapa Perguruan Tinggi di Jakarta. Juga Konselor di beberapa Lembaga dan Perguruan Tinggi. Menerima Citra Kartini Award 2001,sebagai penulis sastra. Puluhan karyanya yang diterbitkan antara lain : Kumpulan Cerpen Tunggal “ Bulan di Atas Lovina”(1995), “ Sunting” kumpulan puisi bersama Upita Agustina (1995),”Resonansi Indonesia” antologi puisi dwi bahasa (Ind-Cina,KSI,2001), “Dunia Perempuan” kumpulan cerpen’Perempuan CerpenisIndonesia (2002), ”Pesona Gemilang Musim” kumpulan puisi perempuan penyair Indonesia (2004).


Yvonne De Fretes
:pro umbu landu paranggi

pernahkah kita jumpa di sebuah jamuan di sana ,bang?
begitu banyak yang tercecer dalam perjalanan
menuju masa remaja di
sabana itu
selalu kudekap kemana pergi

sepinya pulau di selatan
ya,sumba
di mana ringkik kuda dan lenguh sapi
tak pernah ragu menapak,pada
gersangnya padang dan bukit

sajakku ingin menebar di sabana itu,bang
mungkin kita memang pernah jumpa di sebuah jamuan di sana

kata sebuah suara”kau boleh meneruskan rasa rindu itu”


jakarta

Senin, 15 Oktober 2007

Agus R Sarjono


Lahir di Bandung, 27 Juli 1962. Menyelesaikan Studinya di FPBS, IKIP Bandung dan pasca sarjana UI.Semasa mahasiswa aktif di Unit Pers Mahasiswa IKIP Bandung, sebagai ketua (1986-1988). Menulis sajak, cerpen, esai, kritik, dan drama. Karya dimuat berbagai Koran, majalah dan jurnal di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat. Pernah membaca sajaknya dalam event internasional, antara lain “ Asean Writers” Conference/Workshop (Poetry), Manila (1994); Istiqlal International Poetry Reading”, Jakarta (1995),” Festivel Seni Ipoh ke-III”, Negeri Perak, Malaysia (1998),”Malam Puisi Indonesia-Belanda”, Erasmus Huis Jakarta (1998),”Festival de Winternachten”, Den Haag, Belanda (1999),” Poetry on the Road”, Bremen, Jerman (2001),dan “Internationales LeteraturfestivalBerlin”,Jerman (2001). Kumpulan sajaknya antara lain Kenduri Airmata (1994,1996), Suatau Cerita dari Negeri Angin. Banyak karya esai dan buku terjemahannya. Pernah ketua DKJ priode 1998-2001. Sehari-harinya bekerja sebagai pengajar pada Jurusan Teater STSI Bandung, serta redaktur Majalah Sastra Horison. Ia adalah sastrawan Indonesia pertama yang mendapat kehormatan untuk tinggal dan menulis di rumah sastrawan besar Jerman peraih Nobel Sastra, Heinrich Boll Stiftung.
Salah satu puisinya :

Sesaat Sebelum Kebakaran Hutan

Kita seperti puisi ya? Bisik embun di sela daun pada kabut
yang perlahan turun bersama senja. Matahari tinggal jejak
kemerahan di cakrawala. Beberapa kelelawar melintas
di antara pohonan dan rembang senja.

Bukankah kita seperti puisi! tanya embun di sela daun
pada angin yang menari bersama angin di sela bunga
Beberapa kunang-kunang berkerlipan
menggaris malam.

Apa kita seperti puisi? Atau setidaknya kenangan
ucap embun yang hampir menetes di sela daun kepada cahaya
bulan yang baru tiba di hamparan rumputan. Beberapa ikan
berkecipak malas, dalam kolam.

Rasanya kita seperti pembangunan, kata setumpuk bata
dan batu-batu sambil tersenyum-senyum dan membagi kartu.
Tentu saja kita pembangunan! Bukankah kita merdeka
dan mandiri seperti sebuah kota. Coba bikin api unggun
dari ranting dan daun-daun, biar kabut dan dingin berangkat
Biar malam sedikit lebih hanghat!

Kabut, dingin dan cahaya bulan saling berpandangan
Termangu,. Malam berjalan, selapis demi selapis. Kelelawar
kunang dan ikan-ikan melintas lamban. Apakah kita …
tapi embun itu tak berani lagi bertanya. Ia pun menetes

seperti airmata.

1996

Minggu, 14 Oktober 2007

Juftanazi


Lahir di Pekanbaru, 11 November 1960. Menulis puisi sejak duduk di bangku PGA Negeri Pekanbaru tahun 1978. Tradisi kepenulisannya selama kuliah di Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1981-1988). Tulisannya banyak dimuat di berbagai media pusat maupun daerah seperti PR Bandung, Bandung Post, Masa Kini Yogya, Berita Nasional Yogya, Haluan Padang, Riau Post Pekanbaru, Republika, Berita Buana, Media Indonesia dan lain-lain. Kini menjadi ketua Lingkaran Sastra Nukleus, UIN Syahid Jakarta. Antologi tunggalnya Setangkai Bunga akan diterbitkan Pusaka Sufi, Yogyakarta. Salah satu puisinya :

Kenangan Atas Maria Nikolaievna

barisan kesedihan seperti
nyanyian balalaika
menyanyikan “kenangan abadi” atas musim berlari
“siapa yang akan dimakamkan ?”
“dr zhivago !”
“pantas”
“bukan dia ! tapi istrinya !”
“apa bedanya ?”
angin menderukan nyanyian itu
seperti gembala meniup balalaika
di padang siberia

di saat terakhir
pendeta menebarkan tanah
dalam bentuk salib
keranda ditutup, dipaku
dan diturunkan
gumpalan-gumpalan tanah
seperti hujan menimpa peti mati
kesedihan dan nyanyian abadi
tak juga surut
tatkala pidato terakhir
melepas jenazah maria nikolaievich
ke hadirat yang kuasa
kematian nyonya zhivago
diikuti kematian-kematian nurani,
revolusi dan pembunuhan-pembunuhan
tak bertepi
seperti mendung begitu cepat berubah hitam
hujan deras pemberontakan
atap kerajaan tsar yang kokoh
hancur-lebur diremukkan hujan salju
yang jatuh sekepal batu koral
darah dan airmata

nyanyian sunyi diiringi tiupan balalaika
di padang-padang siberia
di timurnya terbentang kepulauan “GULAG”
kampung putra-putri terbaik rusia
merintih meneteskan darah dan kelaparan
siksaan dan bencana !

Ciputat, 20 Desember 2005

Kamis, 11 Oktober 2007

Alex R.Nainggolan

Lahir di Jakarta, 16 Januari 1982. Menyelesaikan studi di FE Unila jurusan Manajemen. Tulisan berupa cerpen, puisi, esai, tinjauan buku sempat nyasar di Horison, Jurnal Puisi, Kompas, Republika, Suara Pembaharuan, Jawa Pos, Sabili, Annida, Surabaya News, Lampung Post, Sriwijaya Post, Riau Pos, Suara Karya, Bangka Pos, NOVA, On/Off, dan lain-lain. Pernah dipercaya sebagai Pemimpin Redaksi di
LPM PILAR FE Unila. Karyanya termuat dalam antologi Grafitti Imaji (2002), Puisi Tak Pernah Pergi (2003), Muli (2003) Dari Zefir Sampai Puncak Fujiyama (kumpulan cerpen,2004). Beberapa kali memenangkan lomba penulisan artikel, sajak, cerpen, karya ilmiah terakhir di Radar Lampung (juara III, 2003), Majalah Sagang – Riau (juara I, 2003), Juara III Lomba Penulisan cerpen se- SumbagSel yang digelar ROIS FE Unila (2004). Salah satu puisinya :


Mencari Ibu

berapa banyak ibu tumbuh jadi bayangan dalam hariku ?
maka aku pun mencarinya, di atas tanah, sepanjang jalan,
di bawah hujan., tapi selalu kutemukan bentuk ibu-ibu yang lain
menggendong matahari, menancapkan kesakitan di tubuhnya sendiri, atau menyusui bayi yang paling purba
aku kehilangan tanda mencarinya, cuaca kembali datang dengan bencana
yang tak mudah diterka
ibu, ibu, di mana kamu ? seperti masuk ke dalam sesat jalan langkahku
tak ada jawaban, cuma hening yang tak bergeming, menyimpan seluruh masa lalu yang bening

aku mencari ibu di dalam tubuh rempuan
tapi yang kutemukan hanya rahim-rahim yang kosong
kehilangan benih, di sudut-sudut kota berkerumun dengan darah aborsi

aku mencari ibu di tubuh istri-istri
tapi cuma kutukan nyali birahi yang ada
mendekap malam-malam yang penuh keranda

aku mencari ibu lagi, di antara getar suara ponsel
surat-surat yang kutumpuk di lemari pakaian, atau sisa uang untuk belanja
hari ini. tak ada ibu di sana, di pohon-pohon apel
yang ada cuma ulat-ulat, merakit sekarat
tempat adam belajar kata cinta pada hawa
dan menggapai dunia

ibu, di mana kamu ? seperti kundang, tak henti-henti kupanggul kutuk ini
tak kutemukan ibu. hanya patung-patungnya dibangun di penjuru kota

Jakarta, 2004

Slamet Rahardjo Rais


Lahir di Malang, Jawa Timur, tahun 1941. Karya-karyanya banyak dipublikasikan di berbagai media massa baik di Jakarta maupun daerah. Membacakan puisi-puisinya di berbagai tempat berkesenian di Jakarta dan sekitarnya.Ia menggerakkan Badan Kerjasama Komunitas Sastra Masyarakat Sastra Jakarta (BKSKS MSJ). Pada 1980-an adalah motor pendirian dan kepengurusan Studi Sastra Kuningan Jakarta dan Bengkel Sastra Ibukata. Kumpulan puisi tunggalnya Kereta Pertama Suara Pelabuhan (1980), Sebuah Khotbah Kecil (1980), Puisi Langit (1996), Kematian Belum Sampai (2002). Dan antologi bersama Trotoar (1986), Resonansi Indonesia (2000), Nyanyian Integrasi (2000), Malam Bulan (2002), Nuansa Tatawarna Batin (2002). Tahun 2002-2006 sebagai Ketua Umum “ Masyarakat Sastra Jakarta” bersekretariat di Pusat Dokumentasi Sastra HB JASSIN- Jalan Cikini Raya 73 (TIM), Jakarta. Tahun 1996 -2002 pernah di kepengurusan “Komunitas Sastra Indonesia” sebagai Koordinator Bidang Pendidikan dan Latihan kemudian sebagai Wakil Ketua KSI. Kini aktif bergerak di bidang sastra, melalui kegiatan penjurian lomba sastra maupun pelatihan-pelatihan atau ceramah sastra di sekolah-sekolah maupun di Balai Latihan Kesenian yang ada di Jakarta. Salah satu puisinya :

Kontemplasi Laut Tamasya Suara

sebab yang berhamburan adalah ombak
demi laut kemegahan seribu
kekacauan yang menyeluruh
mainan kerikil dalam rimbun kepala
saling berpelukan dan tatap muka
tamasya suara menjelaskan laut terbuka
memiliki ombak bersinggahan di tangan
tak ada tentang catatan sayatan
tetapi menangkapnya
pasir laut beserta bibirnya yang terbuka
seperangkat bentuk persetubuhan
soalnya adalah mainan laut
bayang memutih yang berloncatan
ujung suaranya lekat menyentuh kaki
rembulan dalam hujan kesempunaan
menjadi seikat suara yang bersajak
sebenarnya tulisan yang dibacakan
mengikuti matajiwa yang berterbangan
sebagaimana ruh semesta menggantungkan
lukisan atas cairan ombak dalam cahaya
kesadaran bercinta tanpa perselingkuhan
dzikir dan takbir miliki meraih desah
seluruh debur mainan ombak dirajudkan
tak sebatas rajutan tubuh pantai dan laut
maka sebuah pengakuan yang tulus
tak seharusnya dituliskan dalam abjad
kecuali atas pintu-pintu senantiasa terbuka
cinta yang telah bertaut menjadi sempurna

Anyer, 07.2004

Rara Gendis


Roro Gendis panggilan dari sebuah nama Teriana Y.Rahim. Kelahiran Jakarta 8 Januari. Menamatkan studi di Fakultas Teknik USAHID Jakarta. Gemar traveling, fotografi dan melukis. Beberapa cerpennya dimuat di majalah sastra Cakrawala dan bulletin Gemma Perpustakaan Perpumda Jakarta. Beberapa puisinya tergabung dalam buku antologi bersama Surat Putih 3. Berteater digeluti sejak kecil hingga sekarang, pernah bergabung di beberapa teater sekolah, teater Empu Tunggal, teater Poros, dan kini bersama teater Wijaya Kusuma, di Jakarta. Saat ini sebagai guru private anak-anak dan sebagai tenaga yang diperbantukan di Dewan Kesenian Jakarta, aktif di organisasi Masyarakat Sastra Jakarta ( MSJ ), Komunitas Sastra Mata Bambu, Meja Budaya, organisasi kemanusiaan ( PMI ) serta berwiraswasta. Salah satu puisinya :

Doa Terakhir Perempuan Rapuh

Tuhan, ribuan telapakku telah membekas
diusiaku yang kemarin
bayanganku sudah lelah bergayut sebagai teman
kesendirian yang kucicipi jadi selezat roti dan
anggur yang nikmat
aku telah kenyang dan hampir muntah
dijejali tuba

Tuhan, kapan Kau berhenti mencipta lelaki
mungkin Kau sudah lupa
siapa dari mereka yang
iganya adalah aku

Tuhan, sudahlah
kini darahku kering
rasaku menghilang …

Esok hari, perempuan itu terpejam kaku
ada senyum dalam tidur panjangnya
: seorang adam menemukan
belahan iganya.

Taman Ismail Maszuki, Jakarta
17 Nov 2004

Nur Azizah


Lahir di Jakarta, 8 September 1982. Nama pena Azizah Zain Al Hasani. Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Bahasa dan Sastra Arab UIN Syarif. Sering mengikuti seminar sastra seperti Acara Temu Sastra di TIM,Lounching dan bedah buku kumpulan cerpen Ahmadun Yose Herfanda dan Irwan Kelana. Pernah juara lomba Tahfidzul Al Quran judul Alia, lomba penulisan buku Indahnya Poligami Hidayatul, Jakarta. Karyanya dipublikasikan Mengapa Harus Bahasa Arab Yang Menjadi Bahasa Al Quran (2004), Signifikan Bahasa Arab
Di Era Modern (2004), Al Quran Dalam Kaca Mata Sastra (2004), Sastra Amis (2004), Sastra dan Seks (2005). Sekarang sedang merampungkan dua novel remaja.
Salah satu puisinya :

Indonesiakukah

Belum lagi selesai para perempuan mengantri minyak tanah
yang harganya melambung menusuk lambung.
Belum juga kelar laparnya bocah-bocah, menganga, tak paham apa yang hendak dilumat
Monyet-monyet BURT mindik-mindik ke rumah Firaun
Mencari pisang-pisang baru sisa tentara yang kelelahan membalsemi mumi.
Belum lagi impas nyawa tsunami
Beliung, memuntahkan darah-darah. Lagi.
Yakohimo menurut
Disambut banjir-banjir yang tak surut-surut.
Oh, masihkah aku, kalian, punya malu menjadi orang Indonesia
Gadis-gadis dilelangkan
Bocah-bocah diperjualbelikan
Para bunda membantai nyawa, senang
Para lelaki.... asyik duduk-duduk, menyeruput rokok kemenangan.

Oh, inikah indonesiaku
Di mana nyawa tak lebih mahal ketimbang ikan asin
Di mana hutang siapa diembankan kepada siapa
Di mana mata hanya melihat sendiri tak ditemani hati
Di mana aku, dilahirkan, dibesarkan, dan muntah berkali-kali.

Oh.....

Desember 27 2005

Muhammad Saribi AFN


Lahir di Desa Ngawonggo, Klaten, Jawa Tengah, 15 Desember 1936. Menulis Sajak pertama di majalah Kisah (1955), lalu di majalah Budaya (Yogyakarta); Siasat; Mimbar Indonesia, Panji Masyarakat, dan lain-lain. Di dunia penerbitan pernah menjadi Redaktur Penerbitan Pembangunan ; Manifestasi (Lembar Sastra Harian Abadi); majalah Konfrontasi, Gema Islam, Panji Masyarakat. Sajaknya “Hari ini adalah Hari Yang Penuh Rahmat dan Ampunan “ meraih hadiah pertama majalah Sastra (1962). Sajak-sajaknya terkumpul dalam Gema Lembah Cahaya (1963); dalam antologi Manifestasi (editor;1963; bersama Taufik Imail, Hartoyo Andangjaya, Gunawan Muhamad dan lain-lain); Angkatan 66; Prosa dan Puisi (1968). H.B Yasin, ed); Tonggak 2 (1987. Linus Suryadi, ed) The Development of Indoneian Modern Poetry (1967. Burton Raffel); Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air (1995.Oyon Sofyan, ed); Horison Sastra Indonesia I (2002, Taufik Ismail, ed).Kumpulan sajak-sajak untuk anak-anak dalam Menatap Alam (1998); kumpulan sajak-sajaknya menunggu penerbitan Bulan Putih dan Gagak. Salah satu puisinya :

Dua Ekor Kupu-kupu

Aku sedang mencangkul di kebun
tatkala Itu Danu datang
Engkau sedang panen apa ?
Kujawab,
Danu, singkong dan buah pisang
semalam dirampas orang
Ia mendekat dengan wajah ragu
bagai langit pagi itu
ditutup awan kelabu
Pucat dan muram
Engkau lama sembunyikan muka
Ia menggeleng.
Tidak ! Aku selalu diburu kerja
kereta suka terlambat tiba.
Dua ekor kupu-kupu dena
melayang kearah utara
dan angin menghempaskannya
Katanya,
Kriminalitas tambah mengganas
di tempat-tempat paling sibuk
di pusat Kota Jakarta
Aku menatapnya
Ia bungkam sementara
dan menyulut rokoknya
Katanya,
Perampok rela membunuh
cuma perkara seribu perak
dan seorang anak sekolah dasar
dari atap kereta dilempar
cuma ingin mermpas dua ribu perak
Bukan itu saja,
Perkosaan anak-anak belita
bagai penyakit demam berdarah menjalar
di kota dan di desa
mungkin juga, akhlak mereka telah dicincang
sabu-sabu, ganja dan miras
Dan berjenis adegan porno di video
dan berjenis adegan ranjang di televisi
Ia bungkam sementara
matanya berkedip-kedip bagai
lilin diembus angin
Aku berkata,
Kriminalitas napas derita
sementara rakyat hidup sengsara
dihimpit diperas beratus-ratus bea
sengsara ada di mana -mana
di kota di desa
mencengkram rakyat kita.
Pengangguran terus berguguran
bagai daun-daun runtuh
ke bumi
Dua ekor kupu-kupu dena
terbang ke utara
dan angin kencang menghempaskannya
laksana rakyat dihempas badai derita.

11 Oktober 2003

Muhammad Nur Hasib

Lahir di Makassar, 24 Desember 1954. Menulis sejak di PonPes Wali Songo Jawa Timur (1975) sampai sekarang, meneruskan pendidikan Di Pondok Modern Gontor, Jawa Timur (1977), IAIN Sunan Ampel Surabaya (1979), IAIN Syahid Jakarta (1998), UMJ di Jakarta (2000), kemudian mengikuti UT sampai sekarang. Aktivitas sehari-hari sebagai wartawan. Salah satu puisinya :

Musafir Kelana

Daun daun kemesraan berhamburan
dipersada sunyi
kuncup kuncup mekar mewangi
dipelataran hati yang redup

Musafir kelana
nyaris terhempas dialas
permadani surgawy
tetesan iman bentengi diri
dialam mayapada kekhilafan

Musafir kelana
mengembara gantungkan cita
melepas kuncup kuncup nan mekar
dilandasan penantian tiada pasti
Musafir kelana
mengawan dilangit biru
menyusup ketebalan dirgantara kelabu
dengan sinar rembulan semu
menyambut kumbang kumbang
pengisap madu bersayap tradisi kaku

Musafir kelana
merantai janji menyulam ikrar bersama
bintang-gemintang dilangit malam
bertabur cahaya kedamaian abadi

Jakarta, November 2003

Kurnia Effendi


Lahir di Tegal, 20 Oktober 1960. Tulisannya tersebar di berbagai media massa antara lain : Aktual dan Sinar Harapan. Antologi puisi tunggalnya bertajuk Kartunama Putih (1997), bersama antara lain : Pesta Sastra Indonesia (1985), Sajak Delapan Kota (1986), Malam 1000 Bulan (1990 dan 1992), Potret Pariwisata dalam Puisi (1991), Perjalanan (1992), Gender (1994), Bonzai’s Morning (1995), Dari Negeri Poci III (1996), Trotoar (1996), Mimbar Penyair Abad 21 (1996), Antologi Puisi Indonesia (1997), Jakarta dalam Puisi Indonesia Mutakhir (2000), Gelak esei & Ombak Sajak Anno 2001 (2001), Puisi Tak Pernah Pergi (2003), Bisikan Kata, Teriakan Kota (2003), Mahaduka Aceh (2005). Sejak mengikut sayembara menulis baik puisi maupun cerpen, menghasilkan sekitar 30 penghargaan, delapan diantaranya juara pertama. Pernah diundang oleh Dewan Kesenian Jakarta sebagai penyair untuk acara Mimbar Penyair Abad 21 (1996), dan Temu Sastra Kota Jakarta (2003). Salah satu puisinya :

Cisadane

Rembulan yang berkeramas hujan
Curahkan leleh emas di atas Cisadane
Serupa lampu yang berenang dari hulu ke batang kuala
Tak lelah ikan bercumbu, di antara jarum air menembusi punggung sungai
Mungkin awan lupa menyembunyikan mata bulan
Memandang penuh cinta kepada sepasang tawanan yang pulang kemalaman
“Aku harus menyeberang, melawan arus yang membentang,” ujar sang pelarian.
“Bayiku menunggu dalam demam. Ingin kutanam benih dendam.”
Subuh tertunda oleh kabut yang bersusun-susun
Muadzin di sudut surau merasa matanya rabun
Ia terlambat membangunkan jemaah lelap mimpi ngungun
“Hujan semalam melindungi langkah maling dari penglihatan siskamling.”
Sang imam tertunduk : ragu pada petunjuk
Dua batang kelapa rebah menjadi jembatan
Sepasang pencuri selamat dari kejaran
Pagi pecah oleh tangis bocah
Arus sungai seperti kekal membuncah
Matahari sumringah menatap pohon dan rumah
Perahu dan sampah
Sayur-mayur tumpah-ruah
Sejumlah pertengkaran tak selesai, namun hidup menuntut damai
Sungai melukis sejarah dengan kuas kemarau dan warna musim hujan
Dusun dibangun dari keringat orang lurus dan para penjahat
Cisadane mengaliri abad demi abad dengan cinta
Yang tak setiap sukma sanggup membalasnya
Senja yang berlindung pada sutra lembayung
Agar cahaya terakhir tak sentuh kulit perawan di tepi bengawan
Sisa air mandi menetes menjadi jejak cinta
Dikuntit setiap perjaka menjelang petang
Mereka beranak-pinak, lahir dan mangkat
Bersetubuh dan selibat, berdoa dan khianat
Tak lepas dari aroma sungai
“Apakah penarik riba yang loba itu telah menjadi rangkaya ?”
tanya seorang teraniaya.
Gemuruh pabrik menjadi cerita, buruh memekik berbuah canda
Sepasang di antara mereka, berjanji jumpa di tepi kali
Hendak menyerahkan buah dada, sebagai upeti
Hikayat pun mengalir seperti arus mendesir :
Cisadane membesarkan butir-butir padi
Namun sekali waktu kerontang seperti wadi
Bercermin kemilau air sungai : wajah lazuardi Tangerang
Pesawat terbang seperti belalang terperangkap cuaca
Cetak biru pencakar langit di benak kaum arsitek,
Memesan tempat di tepi Cisadane
“Selamat datang keluarga urban, tinggallah di sini sampai merata uban.”
Air ketuban rasa kelapa puan
Tak tercatat jumlah liter air yang terminum,
amis sungai telah membentuk sumsum.
Adalah sungai yang rindu menggenangi kota,
setelah sewindu tak diajak bicara
“Kemari, Nak. Kenalkan ini arus cinta, yang telah
membuat kita melepaskan kasta. Kenalkan arus cinta
yang mengubah duka menjadi bahagia.”
Di seribu pematang bercecabang, masih tertera jalan pulang
Di atas gelombang Cisadane , masih tersimpan pundi harapan

Jakarta, 2005

Jose Rizal Manua


Lahir di Padang, 14 September 1954. Bergabung di Teater Wijaya Kesuma pimpinan Rendra Karno (1972-1976). Terlibat pementasan antara lain : Saijah dan Adinda, Sakerah, Gajah Mada. Bekerja di Pusat Kesenian Jakarta-Taman Ismail Marzuki (1974 sampai sekarang). Mendirikan dan menyutradarai teater anak-anak ADINDA bersama Yose Marutha Effendy (1975-1981), dalam Festival Teater Anak-Anak se-DKI Jakarta (1978-1981) menjadi juara 4 kali berturut-turut. Pada tahun 1975- sekarang, bergabung di Teater MANDIRI pimpinan Putu Wijaya, turut pentas LHO (1975), LOS (1980),FRONT (1986). Tahun 1977-sekarang, bergabung di BENGKEL TEATER RENDRA, turut pentas Perampok,Sekda, Odipus Rex , The Ritual Solomons Children, melawat ke Amerika,Jepang dan Korea.Pernah menyudradarai Sanggar PRAVITASARI (1978-1982), Sanggar LEGENDA (1982-1986) pada pementasan Hamlet,Petang Di Taman dan lain-lain. Beberapa kejuaraan seperti : Juara Pantomime Kelompok se- DKI Jakarta,Lomba Baca Puisi dan lain-lain. Tahun 1980 menyelesaikan S, Sn pada Fakultas TEATER – IKJ. Mengajar di Fakultas Teater –IKJ (1989-1997). Dan banyak lagi aktifitas penyair ini. Salah satu puisinya :

Bulan Sepotong Meronda Kota Jakarta

Hari-hari, minggu-minggu
tahun-tahun belakangan ini ;
masyarakat sibuk kasak- kusuk
mass media asyik kipas-kipas
Bulan sepotong meronda kota Jakarta
sambil melagu malu-malu :
“ya yaya ya yaya
ya kredit ya macet
ya yaya ya yaya
ya kejepit ya kejencet”
Mereka bergunjing di rumah-rumah, di hotel-hotel
tentang moler,sawer, dower, teler, ngeper dan besar
tentang sogok, mogok, pasok, momok, rampok dan gorok
kisah sekamar melar sepasar
Hari-hari, minggu-minggu
tahun-tahun belakangan ini ;
masyarakat sibuk kasak-kusuk
mass media asyik kipas-kipas
Bulan sepotong meronda kota Jakarta
sambil melagu ragu-ragu :
“ya yaya ya yaya
ya narko ya tikno
ya yaya ya yaya
ya narkotik ya no no”
Mereka bergunjing di kampus-kampus, di kantor-kantor
tentang cekal, mental, jegal, kapal, rudal dan tumbal
tentang doping,shoping,jogging, kancing, beking dan jaring
kisah sekota melar sebenua.

Jakarta, 22 Juni 1993.

Bambang Widiatmoko


Lahir di Yogyakarta, 24 Oktober 1960. Menulis puisi, cerpen dan esai di pelbagai media massa. Beberapa kali memenangkan lomba penulisan puisi, cerpen dan jurnalistik. Selain mengajar di beberapa PTS., dan mengelola penerbitan koran di Sulawesi Barat, dia juga tercatat sebagai mahasiswa pascasarjana Universitas Hasanuddin. Kumpulan puisi tunggalnya Pertempuran (l980), Anak Panah (l996) dan Agama Jam (2002). Serta tergabung dalam puluhan antologi puisi bersama Penyair lain. Cerpennya termuat antara lain dalam antologi cerpen Elegi Gerimis Pagi (KSI, 2002), dan Bupati Pedro, Laki-laki Kota Rembulan (DKS, 2002). Salah satu puisinya :

Ranjang Pengantin

Adakah ranjang pengantin berwarna coklat
memenuhi kamar, bercampur buku-buku hikayat
yang tak sempat dicatat
karena waktu telah melumat
dan memeras keringat – tinggal rasa penat.

Setiap memasuki kamarmu
selalu disergap bau debu
ribuan kutu buku datang menyerbu
namun engkau terdiam menggigit kuku
tak terasa tubuh hitammu membeku.

Adakah ranjang pengantin
membangkitkan gairah – dua jenis kelamin
yang berbaring sambil menatap cermin
mengukur kedalaman hati dan rasa ingin
lantas terlelap seperti hari-hari kemarin.

2005

Ahmadun Yose Herfanda


Lahir di Kaliwungu, Kendal, 17 Januari 1958. Alumnus FPBS IKIP
Yogyakarta ini menyelesaikan S-2 jurusan Magister Teknologi Informasi pada Universitas Paramadina Mulia Jakarta. Kini sebagai redaktur sastra Harian Umum Republika. Karya-karyanya dipublikasikan di berbagai media sastra dan antologi puisi yang terbit di dalam dan luar negeri. Antaologi puisinya Secreets Need Words (2001), Waves of Wonder ( 2002), jurnal Indonesia and The Malay World (1998 ), The Poets’ Chant (1995). Cerpennya, Sebutir Kepala dan Seekor Kucing memenangkan salah satu penghargaan dalam Sayembara Cerpen Kincir Emas 1988 Radio Nederland (Belanda) dan dibukukan dalam Paradoks Kilas Balik (1989). Tahun 1997 ia meraih penghargaan tertinggi dalam Peraduan Puisi Islam MABIMS (forum informal Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura). Ia juga sering diundang untuk menjadi pembicara dalam berbagai diskusi dan seminar sastra nasional maupun internasionalBuku-bukunya yang telah terbit adalah Sang Matahari (1984), Sajak Penari (1991), Fragmen-Fragmen Kekalahan (1996), Sembahyang Rumputan (1996), Sebelum Tertawa Dilarang (1997), Ciuman Pertama Untuk Tuhan (2004), Sebutir Kepala dan Seekor Kucing (2004), Badai Laut Biru (2004), dan The Worshipping Grass (2005). Salah satu puisinya :


Indonesia, Aku Masih Tetap Mencintaimu

Indonesia, aku masih tetap mencintaimu
Sungguh, cintaku suci dan murni padamu
Ingin selalu kukecup keningmu
Seperti kukecup kening istriku
Tapi mengapa air matamu
Masih menetes-netes juga
Dan rintihmu pilu kurasa?

Burung-burung bernyanyi menghiburmu
Pesawat-pesawat menderu membangkitkanmu
Tapi mengapa masih juga terdengar tangismu?
Apakah kau tangisi hutan-hutan
Yang tiap hari digunduli pemegang hapeha?
Apakah kau tangisi hutang-hutang
Yang terus menumpuk jadi beban rakyat dan negara?
Apakah kau tangisi nasib rakyatmu
Yang makin tergencet kenaikan harga?
Atau kau sekadar merasa kecewa
Karena rupiahmu terus dilindas dolar amerika?

Ah, apapun yang terjadi padamu
Indonesia, aku tetap mencintaimu
Ingin selalu kucium jemari tanganmu
Seperti kucium jemari tangan ibuku

Sungguh, aku tetap mencintaimu
Karena itulah, ketika orang-orang
Ramai-ramai membeli dolar amerika
Tetap kubiarkan tabunganku dalam rupiah
Sebab sudah tak tersisa lagi saldonya!

Jakarta, 1997

Senin, 08 Oktober 2007

Sutardji Calzoum Bachri



Lahir di Rengat Riau 24 Juni 1941. Lulus SMA. Studi UNPAD Fakultas Sospol,Bandung. Mengikuti International Poetry Reading Rotterdam, Oktober 1974 sampai April 1975. International Writing Program Lowa City, USA. Petemuan dengan sastrawan Penyair Bagdad (Irak). Hadir pada temu sastrawan Nusantara Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam (1997) dan baca Puisi International Modelin, Columbia.

Buku Puisi O, Amuk Kapak (1981) kumpulan 3 buah buku O, (1973), Amuk (1977) mendapat hadiah puisi DKJ (1976, 1977) dan Kapak (1979).

Sejumlah puisi dalam antologi (Calcutta, India, USA, Australia dan lain-lain. Tahun 1979 Tardji menerima anugerah South East Asia Write Award (SEA Write Award) dari Kerajaan Thailand.

Tahun 1993 Anugerah Seni dari Pemerintah Indonesia, Penghargaan Sastra Chairil Anwar, tahun 2001 gelar sastrawan Perdana dari Pemerintah Daerah Riau.

Salah satu puisinya :

Tanah Airmata

tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami

di sinilah kami berdiri
menyanyikan airmata kami
di balik gembur subur tanahmu

kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedunggedungmu

kami coba sembunyikan derita kami
kami coba simpan nestapa
kami coba kuburkan dukalara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak ke manamana

bumi memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke mana pun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke mana pun terbang
kalian kan hinggap di airmata kami
ke mana pun berlayar
kalian arungi airmata kami

kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman airmata kami

1991