Selamat datang di Kawasan Penyair Jakarta. Terima kasih atas kunjungan Anda

Minggu, 31 Juli 2011

Novy Noorhayati Syahfida



Lebih dikenal dengan nama Syahfida. Lahir di Jakarta, 12 November 1976. Alumni Fakultas Ekonomi dengan Program Studi Manajemen dari Universitas Pasundan Bandung ini mulai menulis sajak sejak usia 11 tahun. Beberapa sajak masa kanak-kanaknya tersimpan di Majalah Anak-anak, sedangkan sajak-sajaknya yang belakangan pernah dipublikasikan di beberapa media massa, Dian Sastro for President! (AKY-Bentang, 2002), Dian Sastro for President! #2: Reloaded (AKY, 2003), Jurnal Puisi (2003), buletin sastra, situs sastra, dan juga beberapa milis sastra di yahoogroups. Sajak-sajaknya juga dapat dinikmati di situs pribadi yaitu: http://www.senja-syahfida.blogspot.com dan http://www.aku_ini_senja.blogspot.com. Saat ini bekerja di sebuah perusahaan kontraktor di Jakarta. E-mail: syahfida@yahoo.com.

Satu Bintang Untuk Lintang
: Anakku, Lintang

Nak, lihatlah satu bintang
yang bersinar seperti bulatnya matamu
gemerlap tersipu seperti senyummu

Nak, bayangkanlah satu bintang
ke dalam mimpi indahmu
dekaplah erat dalam tidur malammu

Mari Nak, kubisikkan tentang bintang itu
adalah engkau yang slalu bersinar
adalah engkau yang slalu membayang
dalam setiap perjalanan waktuku

Tangerang, 12 April 2007


Yang Jauh Disana

: yang terbaring disana

Ketika kata-kata terkurung dalam kesunyian
Puisi pun tak mampu bercerita
Atau sekedar melafadzkan mantra-mantra
Maka kematian menjadi semakin akrab
Seolah bersahabat erat dengan sang kehidupan
Mengekalkan yang ada menjadi tiada
Maka biarkan dia beranjak dalam diam...

Jakarta, 6 Juli 2011


Kau dan Aku

: untukmu, Lelakiku

Kau dan Aku adalah cinta
terpasung di kota yang berbeda
mengecap luka dari satu kata
asmara

Kau dan Aku adalah rindu
dari rasa yang menggebu
di kuncup-kuncup ragu
nan beku

Kau dan Aku adalah satu
dalam raga, jiwa nan padu
maka ijinkan aku bertahta di hatimu
wahai, Kekasihku...

Tangerang, 10 Juli 2011


Airmata

susut sudah airmata
dalam jarak yang tak terhingga
di dera hujan perasaan
dan setangkup kerinduan
ah, kau masih saja berkejaran
langkahmu tertatih di ujung kelokan

Tangerang, 11 Juli 2011

Selasa, 21 Juni 2011

Tuditea Masditok


Tuditea Masditok, kelahiran Bogor dan alumni universitas Negeri Jakarta ini sangat suka dengan sastra terutama puisi. Banyak puisi yang ditulisnya yang dipublikasikannya di media Facebook. Ia merencanakan akan membukukan semua puisi-puisinya dalam sebuah antologi puisi tunggalnya.Buku karya bersama antara lain , Antologi Puisi : ” Kado untuk Indonesia ” dan buku kumpulan cermin (cerita mini) dan puisi : ” Cerita Hati ”.


Kembalilah ke khitahnya

Sebuah premi
apakah harga mati
untuk abad kini

asuransi
benarkah solvabilitas industri
yang tengah menghujani
sebuah investasi

kinerja premi
terasa menggetarkan
hingga mencapai angka trilyunan

yang besar semakin membesar
yang bawah semakin tertekan

satu unsur yang terpenting
wahai jiwa-jiwa industri
kembalilah ke khitahnya
karena sesungguhnya
kami membutuhkan
sebuah perlindungan
bukan rekayasa nilai-nilai

Monday, May 23, 2011


Ming dan Siti Wati (Asal mula kelenteng ancol)

Akulah Ming
seorang buruh masak yang handal
kuikuti kapal berlayar
membawaku pada perjalanan panjang
mengukur luas samudera
berlayar dari negeri cina mencari sunda kelapa
bertemankan gelombang
berpayungkan camar yang terbang

Perjalanan menyenangkan
hingga
seekor naga menyerang
tak kubiarkan
kami berlompatan
mempertahankan nyawa
menyelamatkan sesama
kami senang
ya
telah selesai pertikaian

Namun
tidak
aku tak bisa ke selat sunda
banjir sedang melanda
hingar bingar
bukankah lebih baik turun ke darat
mencari makan dan mencari obat

Kunikmati hariku
tak ada sunyi tak ada sepi
tak pula ingin menyendiri
seorang gadis cantik ingin segera kunikahi
siti wati
ah dia akan kuperistri
hari ini !

Friday, May 6, 2011

...* Red : Akhirnya mereka menikah, hingga suatu saat jatuh sakit, dan keduanya meninggal dunia. Untuk mengenang kebaikan Ming dan istrinya, maka dibangunlah sebuah kelenteng, kelenteng itu dinamakan "Kelenteng Ancol" .


Kota Sepi

Sirene berkumandang kencang
mencongkel sudut-sudut kota
topan menyapu tak memberi salam
menatap jam
kikuk
kikuk
tepat jam dua malam
sebuah figura yang terpampang
menatapku tajam
ada apa ?
meraba dalam kegelapan
Braaaaakkk
angin kencang
suara serigala bersahutan
membuyarkan keheningan
bukankah kali ini kita telah melewati fase yang mematikan
menyulut api dalam pembakaran
sejenak hangatkan badan
mencari remah sandwich yang tersisakan
tiba-tiba kembali padam
kota sepi

Apakah semua telah mati ?


Wednesday, March 16, 2011


Kotak Mainan

rasanya separuh hati mulai tak dapat kuisi lagi
setelah lambaian tangan
menggodaku untuk memandang kepergianmu
seberapa besar aku dapat menghadang

kudekati sebuah koper
bagaimana bisa membukanya
nyaris aku lupa
barisan angka-angka yang kuputar
terdiam tak bergerak
tangisku memuncak
bukankah hanya satu barang kenangan yang telah kau tinggalkan
membuang pandangan ke satu arah kelam
hawaku panas
cahayaku gelap
lunglai menghadapi tembok kekar dalam keterpurukkan
hanya bertemankan pena biru tertulisi namamu
mencabik-cabik nyala lampu tempel bukanlah inginku
kemana harus kubuang kepedihan yang sangat menghantam
tak terbakar
tak terhibur
dengan apapun
selain sebuah kotak musik mainan
terpenjara dalam koper yang ditinggalkan tuan

Wednesday, March 16, 2011


Jangan Panggil Aku Jeannete

Musim gugur kali ini tak ada rencana yang pasti
tak kusiapkan pula jerami-jerami kering untuk kudaku
biarlah
kunikmati dulu rasa kantuk yang deras menyerangku

sekelebat menghampiri sebuah bayangan
lima tahun silam
masih ada yang setia mengantarkanku ke tempat sepi ini
sekedar berjalan-jalan
menikmati tingginya bukit-bukit hijau
kini tak ada yang menyeruakan

memanggil namaku yang sama dengan nama kudaku "Jeanette"

jika tanah saja menjadi basah tersiram hujan
bagaimana dengan aku
embun kurasa betah berlama-lama di ujung lentik bulumataku
aku tak dapat mendekapmu selamanya
kau terlepas
bahkan kurasa telah kau bawa cintaku yang telah kutuliskan
di atas lembaran-lembaran kertas
kehilangan
benar-benar membuat ragaku menjauh tinggi
hanya tinggal debu-debu di sepatu bootku
tak ada tebaran senyuman
duka yang berkelanjutan

Jangan panggil aku Jeanette !


Wednesday, March 16, 2011